Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 18 ribuan pulau, bertempat tinggalnya flora dan fauna dari dua tipe yang berbeda asal-usulnya yaitu bagian barat (Indo-Malayan) dan bagian timur termasuk kawasan Pasifik dan Australia. Walaupun luas daratan hanya 1,3 % dari seluruh daratan bumi, tetapi Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang unik dan menakjubkan. Sekitar 10% spesies berbunga, 12% spesies mamalia, 16% spesies reptil dan amphibia, 17% spesies burung serta 25% spesies ikan dunia yang dikenal manusia terdistribusi di perairan Indonesia (BSP-Kemala, 2000). Dengan panjang wilayah pesisir yang mencapai 81,000
kilometer atau sekitar 14% dari panjang pantai dunia, maka ekosistem kelautan Indonesia sangat kaya dan bervariasi. Hutan bakau Indonesia sangat luas dan memiliki jenis terumbu karang yang spektakuler di Asia. Perairan pesisir Indonesia menjadi sumber makanan bagi sejumlah besar mamalia laut, reptil, ikan dan burung-burung. Wilayah pesisir yang dangkal dengan terumbu karangnya dan hutan bakau melindungi wilayah ini dari dampak pasang laut dan tsunami. Secara tradisional terumbu karang menjadi sumber makanan yang sangat penting bagi masyarakat pesisir. Bagaimana dengan hutan tropis Indonesia ? Indonesia diperkirakan memiliki kawasan hutan tropis terbesar di Asia-Pasifik yaitu sekitar 1, 15 juta kilometer persegi dengan
keanekaragaman jenis pohon yang paling beragam di dunia. Hutan tropis Indonesia kaya akan spesies palm (447 spesies, dimana 225 diantaranya tidak terdapat di bagian dunia lainnya), lebih dari 400 spesies dipterocarp yaitu jenis kayu yang bernilai sangat tinggi secara ekonomis di Asia Tenggara, dan tersebarnya sekitar 25,000 spesies tumbuhan berbunga (Albar, 1997). Karena begitu kayanya keanekaragaman hayati Indonesia, sehingga menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang mempunyai jumlah keanekaragaman hayati terbesar. Untuk pulau Jawa saja, jumlah spesies setiap 10.000 km2 antara 2000 – 3000 spesies. Sedangkan Kalimantan dan Papua mencapai lebih dari 5000 spesies. Masih banyak keanekaragaman hayati Indonesia lainnya yang berpotensi dan berprospek secara ekonomis maupun keilmuan. Sejak Konvensi Keanekaragaman Hayati (KKH) di antara negara-negara di dunia pada pertemuan KTT Bumi tahun 1992 di Rio de Janeiro maka setiap negara mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber-sumber daya hayati sesuai dengan kebijakan pembangunan lingkungannya sendiri dan mempunyai tanggungjawab untuk menjamin bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam yuridiksinya tidak menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan negara lain atau kawasan di luar batas yuridiksi nasional. Dengan kata lain negara dapat memanfaatkan dan mengelola keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan bangsanya sendiri. Pada dasarnya KKH berisi dua hal yaitu mengatur tentang International Environmental Law dan kewajiban yang harus dilakukan oleh negara peserta KKH (Kompas, 2000). Dalam KKH juga ada klausul tentang akses terhadap sumber daya hayati yaitu tentang perlunya perlindungan terhadap pengetahuan tradisional (indigenous knowledge) serta perlunya pembagian keuntungan yang wajar dalam pemanfaatan sumber daya hayati (equitable benefit). Jika dikaitkan dengan kebijaksanaan pembangunan secara menyeluruh maka suatu pembangunan harus mengandung tiga unsur utama yaitu ecological security, livelihood security dan food security (Soetrisno, 2002). Dalam perspektif keanekaragaman hayati, maka pemanfaatan sumber-sumber daya hayati harus dilakukan secara berkelanjutan. Akan tetapi banyak tindakan badan dunia seperti WTO (World Trade Organization) justeru mempengaruhi pemanfaatan sumber daya hayati itu sendiri khususnya di negara berkembang. Misal, kebijaksanaan tentang Trade Related Intellectual Property Right dan berbagai keputusan lain yang menyangkut keanekaragaman hayati. Antara lain merusak ketahanan ekologis karena mendorong terciptanya konsentrasi pemilikan sumber daya hayati dengan cara menghilangkan batasan pemilikan terhadap keanekaragaman hayati. Contoh yang lebih mudah dipahami misalkan untuk meningkatkan ekspor produk pertanian maka pemerintah akan membuka perkebunan-perkebunan besar seperti kelapa sawit, karet atau tanaman lain yang dapat diekspor. Keberadaan perkebunan besar juga akan mengubah aspek-aspek kebijakan pertanian yang sehat. Perkebunan besar akan menguasai lahan pertanian yang sangat luas yang hanya ditanami dengan satu jenis tanaman saja, sehingga melemahkan ketahanan keanekaragaman hayati wilayah tersebut.
Dalam era globalisasi ada kecendrungan segala bentuk pengelolaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati diserahkan kepada ‘sistem’ dan ‘prosedur’ internasional seperti perdagangan bebas, pengakuan hak paten dan lain sebagainya. Hal ini perlu diperhatikan pemerintah Indonesia karena ‘sistem’ dan ‘prosedur’ tersebut belum tentu dapat mengakomodasi kontribusi nyata yang diberikan oleh masyarakat dalam mengelola dan melindungi keanekaragaman hayati di daerahnya masing-masing. Oleh sebab itu pemerintah Indonesia harus melakukan tindakan inisiatif yang tidak merugikan masyarakat lokal antara lain melalui pengajuan paten sesegera mungkin, sehingga tidak didahului oleh ‘sistem’ dan ‘prosedur’ internasional tersebut.
kilometer atau sekitar 14% dari panjang pantai dunia, maka ekosistem kelautan Indonesia sangat kaya dan bervariasi. Hutan bakau Indonesia sangat luas dan memiliki jenis terumbu karang yang spektakuler di Asia. Perairan pesisir Indonesia menjadi sumber makanan bagi sejumlah besar mamalia laut, reptil, ikan dan burung-burung. Wilayah pesisir yang dangkal dengan terumbu karangnya dan hutan bakau melindungi wilayah ini dari dampak pasang laut dan tsunami. Secara tradisional terumbu karang menjadi sumber makanan yang sangat penting bagi masyarakat pesisir. Bagaimana dengan hutan tropis Indonesia ? Indonesia diperkirakan memiliki kawasan hutan tropis terbesar di Asia-Pasifik yaitu sekitar 1, 15 juta kilometer persegi dengan
keanekaragaman jenis pohon yang paling beragam di dunia. Hutan tropis Indonesia kaya akan spesies palm (447 spesies, dimana 225 diantaranya tidak terdapat di bagian dunia lainnya), lebih dari 400 spesies dipterocarp yaitu jenis kayu yang bernilai sangat tinggi secara ekonomis di Asia Tenggara, dan tersebarnya sekitar 25,000 spesies tumbuhan berbunga (Albar, 1997). Karena begitu kayanya keanekaragaman hayati Indonesia, sehingga menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang mempunyai jumlah keanekaragaman hayati terbesar. Untuk pulau Jawa saja, jumlah spesies setiap 10.000 km2 antara 2000 – 3000 spesies. Sedangkan Kalimantan dan Papua mencapai lebih dari 5000 spesies. Masih banyak keanekaragaman hayati Indonesia lainnya yang berpotensi dan berprospek secara ekonomis maupun keilmuan. Sejak Konvensi Keanekaragaman Hayati (KKH) di antara negara-negara di dunia pada pertemuan KTT Bumi tahun 1992 di Rio de Janeiro maka setiap negara mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber-sumber daya hayati sesuai dengan kebijakan pembangunan lingkungannya sendiri dan mempunyai tanggungjawab untuk menjamin bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam yuridiksinya tidak menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan negara lain atau kawasan di luar batas yuridiksi nasional. Dengan kata lain negara dapat memanfaatkan dan mengelola keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan bangsanya sendiri. Pada dasarnya KKH berisi dua hal yaitu mengatur tentang International Environmental Law dan kewajiban yang harus dilakukan oleh negara peserta KKH (Kompas, 2000). Dalam KKH juga ada klausul tentang akses terhadap sumber daya hayati yaitu tentang perlunya perlindungan terhadap pengetahuan tradisional (indigenous knowledge) serta perlunya pembagian keuntungan yang wajar dalam pemanfaatan sumber daya hayati (equitable benefit). Jika dikaitkan dengan kebijaksanaan pembangunan secara menyeluruh maka suatu pembangunan harus mengandung tiga unsur utama yaitu ecological security, livelihood security dan food security (Soetrisno, 2002). Dalam perspektif keanekaragaman hayati, maka pemanfaatan sumber-sumber daya hayati harus dilakukan secara berkelanjutan. Akan tetapi banyak tindakan badan dunia seperti WTO (World Trade Organization) justeru mempengaruhi pemanfaatan sumber daya hayati itu sendiri khususnya di negara berkembang. Misal, kebijaksanaan tentang Trade Related Intellectual Property Right dan berbagai keputusan lain yang menyangkut keanekaragaman hayati. Antara lain merusak ketahanan ekologis karena mendorong terciptanya konsentrasi pemilikan sumber daya hayati dengan cara menghilangkan batasan pemilikan terhadap keanekaragaman hayati. Contoh yang lebih mudah dipahami misalkan untuk meningkatkan ekspor produk pertanian maka pemerintah akan membuka perkebunan-perkebunan besar seperti kelapa sawit, karet atau tanaman lain yang dapat diekspor. Keberadaan perkebunan besar juga akan mengubah aspek-aspek kebijakan pertanian yang sehat. Perkebunan besar akan menguasai lahan pertanian yang sangat luas yang hanya ditanami dengan satu jenis tanaman saja, sehingga melemahkan ketahanan keanekaragaman hayati wilayah tersebut.
Dalam era globalisasi ada kecendrungan segala bentuk pengelolaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati diserahkan kepada ‘sistem’ dan ‘prosedur’ internasional seperti perdagangan bebas, pengakuan hak paten dan lain sebagainya. Hal ini perlu diperhatikan pemerintah Indonesia karena ‘sistem’ dan ‘prosedur’ tersebut belum tentu dapat mengakomodasi kontribusi nyata yang diberikan oleh masyarakat dalam mengelola dan melindungi keanekaragaman hayati di daerahnya masing-masing. Oleh sebab itu pemerintah Indonesia harus melakukan tindakan inisiatif yang tidak merugikan masyarakat lokal antara lain melalui pengajuan paten sesegera mungkin, sehingga tidak didahului oleh ‘sistem’ dan ‘prosedur’ internasional tersebut.
.::Artikel Menarik Lainnya::.
Pengetahuan
Lain-Lain
- Cara Cari Teman Blogger Satu Kota
- Cara Pasang Styler Toolbar Skin di Windows XP
- Video Spektakuler Tumbukan Galaksi
- Peneliti Yakin Bumi Kiamat Tiap 27 Juta Tahun
- Cara Membuat Tombol Google Buzz Share
- Komodo Yoko Cetak Sejarah
- Indonesia Pengguna Facebook Terbesar Di Asia
- Tips Membantu Berhenti Merokok
- Download Video Upin dan Ipin
- Diet Teraneh Didunia
- Penemu Komputer Pertama
- Legenda Atlantis,Perburuan hingga Segitiga Bermuda
- Komunikasi Jaman Sekarang
- Ilmu Militer dalam Islam
- PLURK
- Sejarah Bola Basket
- Sejarah Batik Indonesia
- Sejarah Terbentuknya FIVE MINUTES
- Cara Menghipnotis
Comments
4 komentar to "Keanekaragaman Hayati Indonesia Dalam Era Globalisasi"kebanyakan SDAnya malah bingung indonesia mengelolanya. coba indonesia bisa mengelola SDAnya dgn baik, mungkin bisa jadi negara kaya. pdhl singapore aja yg g punya SDA bisa kaya raya, knp INDONESIA g bisa ya???
yoi sob ya namanya indonesia!!!!
Indonesia memang kaya dengan sumber daya alam. Jika diimbangi dengan sumber daya manusia yang amanah dan profesional (khususnya para pengelolanya), Indonesia cukup kaya untuk menghapus kemiskinan rakyatnya.
Salam ukhuwah
betul sob...
Post a Comment
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Wordpress : Blog dengan account wordpress
Name/URL : Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonymous : Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda.